Selasa, 02 Juni 2020

PENYAKIT LAMA YANG DIPIARA SEBAGAI TRADISI

Salah satu kemampuan dasar (basic skill) yang bisa dilatihkan selama masa pandemi ke generasi muda, hitunglah usia 5-17 tahun, mereka yang terpaksa belajar di rumah sampai akhir tahun 2020 ini, adalah kemampuan mengelola keuangan secara mandiri. Kenapa ini penting? Karena peradaban tetangga Timor Leste dan Papua New Guinea ini kebanyakan masih bermental feodal, menganggap kekayaan adalah tumpukan uang, bukan putaran uang, ini gaya berpikir khas raja-raja tuan tanah yang mudah dikibuli Kompeni VOC, 400 tahun lalu. Penyakit lama yang dipiara sebagai tradisi.
Uang itu hanyalah alat tukar, tidak lebih. Nilainya sama dengan kuitansi, apapun bahannya: kertas, kayu, sampai token. Tidak penting apa bahan alat tukar, yang penting adalah pihak yang bertransaksi sepakat dengan nilainya. Orang tidak rakus dengan uang, orang rakus dengan daya beli (purchase power) dari uang itu, maka orang berusaha buat mengumpulkan uang, selama uang masih punya daya beli.
Kuitansi tak punya nilai saat disimpan di brankas, seperti halnya uang. Uang baru akan punya nilai saat ditransaksikan, saat diputar, saat dibelanjakan, saat diinvestasikan ke perdagangan yang nyata, baik itu barang atau jasa. Maka dalam pemahaman ini, orang kaya adalah orang yang punya cara memutar uang paling cepat dan volumenya paling besar. Memutar uang itu butuh orang lain, kita tak bisa sendirian, perlu ada kesalingpercayaan dan kesetaraan, karena itu syarat mutlak terjadinya transaksi. Orang kaya di negara utara Australia saat VOC 'berdagang' ke daerah ini adalah orang yang menumpuk tanah, properti, harta tak bergerak lain, yang ini cenderung memperkecil peluang orang lain buat terlibat dalam transaksi, atau kasarnya ikut memiskinkan orang lain karena memperlambat uang bisa mengalir.
Kayaknya ini generasi baru orang-orang yang tinggal di tenggaranya Asia, selatan Indocina harus mempercepat literasi keuangan. Perubahan menuju transaksi nontunai nampaknya lebih cepat dari perkiraan semula. Jika tidak memahami substansi uang ini, maka rawan bakal digorok oleh pemburu rente yang menawarkan kredit murah tapi sakit ujungnya, semacam negara di selatan Kanada yang lagi main barbeque gedung dan mobil polisi itu.
Jangan mengulangi lagi lah kebiasaan nenek moyang yang gemar menumpuk harta tak bergerak dan seolah itu jadi status sosial (padahal belum tentu juga tertib bayar pajak). Generasi cerdas berikutnya harusnya lebih cekatan soal literasi keuangan, dan paham kalau semakin cepat memutar uang, dialah yang layak disebut kaya, yang jago memutar angka dan menyimpan nilai tambah. Bukan yang menumpuk uang dan berpotensi memiskinkan orang lain yang harusnya terlibat dalam transaksi.

Artikel diposting dalam akun fecebook Wukir Mahendra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar